~~~ Bahagia Itu Sederhana ~~~

     Setiap lima menit serasa satu dekade lamanya. Kutatap berkali-kali layar kaca. Berharap ada satu saja kabar darimu. Dan lagi-lagi aku menelan pil pahit yang bernama rindu, efek samping dari kelebihan pil pahit tersebut adalah: dada sesak, hati tersayat, air mata banjir, gelisah berlebihan, dan ingin terus memeluk guling.

     Satu jam sudah kumenunggu, lagi-lagi kuberharap ada getaran pada benda kecil tersebut. Nihil.
Aku uring-uringan semalaman. Kutendangi segala barang yang nampak, seolah dengan begitu segala beban rindu di hati ini terangkat dan pergi saja.
Dan sebelum tidur, kuperiksa lagi si layar ajaib, lagi-lagi kutemukan kekosongan. Otak ini mengingatkan masih ada hari esok, namun hati ini tak mau menunggu lagi, hati ini sudah mau meledak, terlalu lelah menahan kekhawatiran dan kerinduan.

      Kubiarkan pikiranku mengawang saat aku tengah berbaring, tetapi tidak kuizinkan untuk memikirkanmu, pikiranku pun mengantarkanku ke alam mimpi. Alam dimana aku bisa bertemu denganmu. Tetapi hanya sejenak. Beberapa jam tak cukup untuk membalas segala rasa rinduku malam ini. Lalu aku terbangun dan dihadapkan lagi pada dunia di mana kau hanyalah maya.

      Pagi itu, harapan baru segera menyusup masuk. Harap-harap cemas kusambar ia, si penghubung antara kau dan aku. Aku melonjak begitu kubaca sebaris kalimat. Singkat, padat, jelas, namun berdampak sangat besar bagiku:

                                                               ‘pagi, jangan lupa sarapan.’

                    Kusadari, bahagia itu sederhana.

                                                                                 Buatku.